Minggu, 25 Desember 2011

Undang-Undang ITE

Undang-Undang ITE

UU ITE (undang-undang informasi dan telekomunikasi) yang mengatur berbagai perlindungan hukum yang memanfaatkan internet sebagi media transaksi maupun informasi. Pelaku bisnis di internet atau masyarakat pada umumnya untuk mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan. tanda tangan elektronik yang diakui memiliki kekuatan hukum sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan materai) alat bukti elektronik yang diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP.

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI

ELEKTRONIK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi

tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data

interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy

atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang

telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya.

  1. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan

menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

  1. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan

informasi.

  1. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,

dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,

optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar

melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada

tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda,

angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau

dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

  1. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang

berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,

menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi

Elektronik.

  1. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh

penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

  1. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih,

yang bersifat tertutup ataupun terbuka.

  1. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk

melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara

otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.

  1. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda

Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para

pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi

Elektronik.

  1. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai

pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.

  1. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh

profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan

kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi

Elektronik.

  1. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi

Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik

lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

  1. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan

Tanda Tangan Elektronik.

  1. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau

sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

  1. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri

sendiri atau dalam jaringan.

  1. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di

antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau

Sistem Elektronik lainnya.

  1. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem

Elektronik.

  1. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik.

  1. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dari Pengirim.

  1. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan

Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui

internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk

menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.

  1. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara

asing, maupun badan hukum.

  1. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan,

baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

  1. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Pasal 2

Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum

Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di

wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan

kepentingan Indonesia.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan

asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih

teknologi atau netral teknologi.

Pasal 4

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan

untuk:

  1. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
  2. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

  1. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
  2. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan

pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi

Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

  1. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan

penyelenggara Teknologi Informasi.

BAB III

INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

Pasal 5

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang

sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila

menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam

Undang-Undang ini.

(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis;

dan

b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat

dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Pasal 6

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang

mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang

tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat

dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Pasal 7

Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak

hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada

padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan.

Pasal 8

(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem

Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem

Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.

(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.

(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk

menerima Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.

(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam

pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik,

maka:

a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali

Pengirim;

b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali

Penerima.

Pasal 9

Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan

informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan

produk yang ditawarkan.

Pasal 10

(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat

disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.

(2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 11

(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah

selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda

Tangan;

b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses

penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;

c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah

waktu penandatanganan dapat diketahui;

d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda

Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat

diketahui;

e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa

Penandatangannya; dan

f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah

memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban

memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.

(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

sekurang-kurangnya meliputi:

a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;

b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari

penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda

Tangan Elektronik;

c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang

dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain

yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang

yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik

atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:

1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan

Elektronik telah dibobol; atau

2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan

risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan

Tanda Tangan Elektronik; dan

d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan

Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan

semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.

(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum

yang timbul.

BAB IV

PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK

Bagian Kesatu

Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik

Pasal 13

(1) Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik

untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda

Tangan Elektronik dengan pemiliknya.

(3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:

a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan

b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.

(4) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan

berdomisili di Indonesia.

(5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus

terdaftar di Indonesia.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)

sampai dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti

kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:

a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;

b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan

Elektronik; dan

c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda

Tangan Elektronik.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan Sistem Elektronik

Pasal 15

(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem

Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap

beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.

(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan

Sistem Elektroniknya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat

dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak

pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 16

(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap

Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang

memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:

a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan

Peraturan Perundang-undangan;

b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan

keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik

tersebut;

c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam

Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;

d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan

bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang

bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan

e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan,

kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V

TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pasal 17

(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik

ataupun privat.

(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18

(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para

pihak.

(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi

Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik

internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata

Internasional.

(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase,

atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang

menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional

yang dibuatnya.

(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat

(4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian

sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin

timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata

Internasional.

Pasal 19

Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik

yang disepakati.

Pasal 20

(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat

penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.

(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21

(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui

pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.

(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan

Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:

a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi

Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;

b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam

pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa;

atau

c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam

pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara

Agen Elektronik.

(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen

Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem

Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen

Elektronik.

(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen

Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum

menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat

dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak

pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 22

(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen

Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan

perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VI

NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,

DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI

Pasal 23

(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak

memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.

(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha

secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.

(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang

dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain,

berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.

Pasal 24

(1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.

(2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat,

Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang

diperselisihkan.

(3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain

yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan

Peraturan Perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 25

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya

intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai

Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 26

(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap

informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus

dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-

Undang ini.

BAB VII

PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 27

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik.

(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau

pengancaman.

Pasal 28

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan

menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi

Elektronik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang

ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau

kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan

antargolongan (SARA).

Pasal 29

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti

yang ditujukan secara pribadi.

Pasal 30

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk

memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar,

menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 31

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang

lain.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem

Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa

pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau

penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang

ditransmisikan.

(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi

yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian,

kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan

berdasarkan undang-undang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara

apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,

menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara

apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan

terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat

rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak

sebagaimana mestinya.

Pasal 33

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan

apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan

Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Pasal 34

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,

menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,

menyediakan, atau memiliki:

a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara

khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;

b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang

ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan

memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai

dengan Pasal 33.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan

untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk

perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal 36

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang

mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37

Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap

Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.

BAB VIII

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 38

(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan

Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan

kerugian.

(2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang

menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi

yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan.

Pasal 39

(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para

pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian

sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

BAB IX

PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 40

(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi

Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai

akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang

mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik

strategis yang wajib dilindungi.

(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat

Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya

ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.

(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen

Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan

data yang dimilikinya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 41

(1) Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi

melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi

Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan

melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.

(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi

dan mediasi.

BAB X

PENYIDIKAN

Pasal 42

Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini,

dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam

Undang-Undang ini.

Pasal 43

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri

Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung

jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi

wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana

di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

(2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap

privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan

data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait

dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri

setempat.

(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan

umum.

(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau

diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan

tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;

c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan

dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut

diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;

e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan

dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk

melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;

f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan

sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan

Undang-Undang ini;

g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana

kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang

dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak

pidana berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau

i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-

Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.

(6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut

umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu

satu kali dua puluh empat jam.

(7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi

dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan

dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.

(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi

Elektronik, penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk

berbagi informasi dan alat bukti.

Pasal 44

Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut

ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan

b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1),

ayat (2), dan ayat (3).

BAB XI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 45

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat

(1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama

6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat

(1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29

dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 46

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat

(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat

(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat

(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 47

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)

atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat

(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat

(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat

(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 49

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35

dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36

dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 52

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)

menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan

pemberatan sepertiga dari pidana pokok.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal

37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang

digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah

sepertiga.

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal

37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan

strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral,

perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam

dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah

dua pertiga.

(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan

Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua

pertiga.

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 53

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan

kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak

bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54

(1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

(2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah

diundangkannya Undang-Undang ini.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-

Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


@Referensi : novitik.blogspot.com/2010/06/undang-undang-ite.html

1 komentar:

Unknown mengatakan...

thanks atas infonya

Posting Komentar